Sebuah Petualangan Rindu: Untuk Siapa?

Resensi Film Petualangan Sherina 2 oleh Windy Effendy

Film ini hadir dan membangkitkan rindu terpendam. Rindu akan film musikal Indonesia yang berkualitas. Rindu akan suara jernih penyanyi yang sudah tidak cilik lagi: Sherina.


Petualangan Sherina 2 telah tayang September 2023 lalu dan meramaikan dunia sinema Indonesia. Semua orang berbondong-bondong menyaksikannya. Penjualan tiketnya pun sudah memecahkan rekor satu juta penonton. Lebih tinggi dari Luna Maya dan Suzanna-nya.

Ada banyak hal yang membuat film yang disutradarai Riri Riza dan Mira Lesmana ini menjadi digemari oleh semua kalangan. Anak-anak yang dulu menyaksikan film pertama, merasa ada keterikatan batin dengan Sherina dan kisahnya. Film yang pertama telah menyimpan sosok Sherina mungil dalam benak. Tentu saja, penonton kecil ini juga sudah beranjak dewasa. Kini, Sherina hadir lagi dalam wujud dewasa. Sama seperti mereka. Ada rindu tercipta.

Tidak ketinggalan, para orang tua yang dulu mengenalkan Sherina kepada anak-anaknya. Ikut meramaikan bioskop demi menyaksikan Sherina kembali. 

Lagu Lalu dan Kini

Untuk yang menonton film Petualangan Sherina pertama, nada-nada yang diperdengarkan cukup terasa akrab. Beberapa bar yang diambil dari lagu-lagu yang ditayangkan di film pertama, dimasukkan sebagai latar di berbagai adegan. Termasuk tarian kabaret di rumah Syailendra, musik pengiringnya mengambil beberapa bait dari lagu di film pertama. 

Kerinduan itu menyentak saat mendengar sekilas nada yang sudah akrab itu. Seperti ketika film dibuka dengan lagu Menikmati Hariku  yang dinyanyikan Sherina. Nada-nadanya diangkut dari lagu dari film pertama yang hampir sama: Menikmati Hari. Refrain yang tak terlupakan dari film Sherina yang pertama. Rindu itu dimulai sejak film Petualangan Sherina 2 dimulai.

Peran Sherina Munaf sangat penting dalam film ini sebagai Music Director. Menggantikan almarhum Elfa Secoria yang berhasil membuat semua lagu di film pertama begitu melekat di benak penontonnya memang tidak mudah.  Namun, Sherina berhasil membangkitkan semua kenangan dan membuat para penonton masa kecilnya kembali menikmati lagu-lagu yang menyenangkan. 

Sebagai film musikal, Petualangan Sherina sungguh tak terduga di beberapa bagian. Akting menarik Isyana Saraswati sebagai Ratih, misalnya. Penonton menanti kapan Isyana akan bernyanyi. Ternyata, lagu dan cara Isyana dan Chandra Satria melantunkannya membuat pesan tersampaikan. Kalau bukan Isyana dan Chandra, belum tentu lagu Hadiah Istimewa bisa tampil semegah itu. 

Lagu Sayu, dilantunkan dan diciptakan oleh Sherina sendiri. Adegan musikal di tengah hutan ini menyentak haru. Hati-hati, lagu ini bisa membuat jatuh cinta. Pada Sayu. Pada orang utan dan hutan Kalimantan. 

Ada satu lagu yang ketika terdengar intronya, seperti melambungkan kenangan ke film Petualangan Sherina yang pertama. Terlalu Gegabah, dibuka dengan satu bagian yang persis dengan lagu Lihatlah Lebih Dekat. Sayangnya, lagu ini tidak dimasukkan dalam film karena diputuskan lagu ini tidak memerlukan musical moment, menurut Chief Executive Officer Miles Films, Mira lesmana.

Romansa di antara Laga

Salah satu lagu yang sangat menarik adalah Mengenang Bintang yang diaransemen ulang oleh Sherina Munaf dari lagu di film pertama, Bintang-Bintang

Lagu ini dinyanyikan saat Sherina dan Sadam terkunci di bengkel kosong. Adegan ini bertaburan percik romansa antara mereka berdua. Kait yang menarik diberikan lagu ini sebagai kenangan saat mereka menatap bintang di Observatorium Boscha di film pertama. 


Adegan di bengkel ini diberi sentuhan CGI (Computer Generated Image). Bintang-bintang dalam semesta bertaburan. Sadam dan Sherina menyanyi dan menari dalam layar yang penuh sentuhan animasi. Sayangnya, sentuhan editing yang kurang pas sangat tampak di adegan ini.  Ada pencahayaan yang terasa tidak tepat di beberapa titik. Sherina bagaikan boneka kertas yang menari dengan layar latar yang terpisah. Sekilas, seperti sedang menonton La La Land, versi Sherina.

Lepas dari itu, Sherina Munaf dan Derby Romero memberikan akting yang gemilang saat menggambarkan perasaan kedua karakter. 

Film ini tidak terlalu sesuai untuk anak-anak—menurut saya— bila bicara ini adalah film untuk usia anak sekolah dasar dan menengah. Rasanya, film ini lebih cocok untuk remaja dan dewasa. Terlebih lagi, film ini pastinya ditujukan kepada mereka yang memiliki ikatan emosional dan memori dengan film Petualangan Sherina yang pertama. 

Anak sulung saya yang kecilnya sangat suka menonton film yang pertama, terasa lebih menikmati dan mampu memahami gejolak emosi yang ditawarkan Sherina dan Sadam, serta bisa mengenali potongan-potongan kenangan yang bertaburan dalam film ini. Sementara anak saya yang bungsu, merasa ini adalah film musikal biasa, yang sedang hype saat itu, dan menarik untuk ditonton, that’s it. Saat menyaksikan film ini pun, saya mulai bertanya-tanya. Ini sebenarnya adalah sebuah petualangan rindu Sherina: rindu berpetualang seperti masa kecilnya dulu, rindu akan persahabatannya dengan Sadam; serta rindu para penontonnya kepada Sherina. 

Ada sedikit catatan pada adegan perkelahian dan kejar-kejaran yang cukup intens. Ada sebilah pisau yang ditampakkan, dan ditampilkan untuk mengancam. Saya tidak yakin ini menjadi konsumsi yang baik untuk anak-anak. Adegan perkelahian yang bertaburan di bagian puncak film ini pun terasa cukup gahar—bila bicara konsumsi tayangan untuk semua umur. 

Sementara itu, adegan romansa antara Sherina dan Sadam yang walaupun cukup halus, tetap terasa. Penonton akan turut merasa gemas dan ingin menyeret mereka untuk saling jujur.

Tentang Ego Laki-Laki

Terselip petuah bahwa laki-laki tidak (mau) bisa dikalahkan. Dalam pengambilan keputusan, laki-laki (seharusnya) tetap menjadi yang berwenang. Dikisahkan dalam film ini, dulu Sadam menjauh karena merasa Sherina terlalu dominan dalam hubungan mereka.

Terasa walau tak tampak nyata, sebuah catatan bahwa perempuan tidak boleh terlalu menyalak agar tidak dijauhi lelaki. Pesan dari Sadam terasa jelas digambarkan dalam gestur tubuhnya. Derby Romero cukup berhasil menunjukkan kegelisahan Sadam yang sebenarnya masih merindukan Sherina. Pada akhirnya, Sherina memahami pesan itu dan mau (serta mampu) mengubah dirinya—atau bolehlah dikatakan menyesuaikan dirinya—pada keterikatannya dengan Sadam.

Berpetualang di Kalimantan Berkat Sayu

Fillm yang skenarionya ditulis oleh Jujur Prananto ini membungkus pengalaman melepaskan orang utan ke alam liar dalam balutan romansa Sherina dan Sadam dengan manis.

Sayu, si orang utan kecil, pun menjadi bintang. Kehadirannya yang merekatkan semua adegan dan pesan yang terselip dalam film ini. Kedua premis yang berkelindan pun berjabat erat dengan cantik. Tempat pelepasan Sayu di hutan Kalimantan yang sulit ditempuh, sungai cantik yang menjadi jalur kejar-mengejar antara Sherina dan para penculik Sayu, desa yang menjadi latar saat proses pencarian berlangsung, semuanya membuat film ini terasa begitu kaya. 


Walau dibuka dan diakhiri dengan Jakarta—selalu: Jakarta, film ini telah menyuguhkan sebuah petualangan epik yang membawa pesan manis. Sayangilah orang utan dan bantulah pelestariannya. Sayangilah masa kecilmu karena kelak kau akan merindukannya. ~

#windyeffendy #resensifilm #petulangansherina2
^pics taken from Google, udah gak kelacak lagi foto2 yang kemarin 😢

No comments