Cabe Gendot, Habaneronya Indonesia

Si Eksotis dari Lembah Dieng



.

Aku pertama kali mengenal cabai eksotis ini saat Teh Nicke Kania, yang diundang mengajar di Cake Studio Indonesia untuk kelas katering, datang sambil membawakan cabe gendot ini. Kata Teteh, begitu aku memanggilnya, ini pedas banget. Mengalahkan cabai-cabai yang lain. Waktu itu, Teteh sempat membuatkan aku beberapa toples acar cabai gendot ini yang enak banget dipadukan dengan berbagai masakan.

Beberapa waktu lalu, kunjungan seorang sahabat yang juga anggota Perlima, Kak Aulia Rizqi, mempertemukanku dengan si cabai endut ini lagi. Dibawakannya aku satu plastik cabai gendot berwarna merah dan hijau. Kata Kak Aul, ini khas dari Lembah Dieng, tempat dia baru saja berkelana selama seminggu. 
Cabai ini berukuran kecil dan gendut-gendut, dengan permukaan yang meliuk-liuk. Ada yang berwarna merah, ada pula yang hijau. Bijinya hitam dan mudah dibuang. Teksturnya permukannya halus bagai paprika. Kulitnya cukup tebal, seperti paprika. Kepedasannya: luar biasa!

Aku mencoba mencari tahu sejarah cabai yang satu ini. Ada yang bilang, cabai gendot ini sama dengan cabai habanero. Ada yang bilang ya cabai gendot inilah si habanero karena bentuknya mirip. Sepertinya bibitnya berawal sama, kemudian mengalami perubahan bentuk sesuai struktur tanah dan kondisi alam di tempat bertumbuhnya masing-masing. Yang jelas, tingkat kepedasan si cabai gendot ini sama dengan habanero, yaitu mencapai 350.000 Scoville Heat Unit atau SHU. Bandingkan dengan kepedasan cabe rawit Indonesia yang hanya 100.000 SHU.






Cabai ini tumbuh subur di dataran tinggi Dieng. Dengan tingkat kepedasan seperti itu, cabai gendot biasanya berguna untuk memberikan rasa hangat dalam tubuh ketika harus merasakan suhu di Dieng yang bisa mencapai 0 derajat Celcius, bahkan minus. Masakan yang biasa disajikan di Dieng biasanya seperti tumis jamur tiram dengan cabai gendot. 

Di rumah, aku berpikir keras, mau diapakan cabai satu ini. Berhubung suka pedas, aku tertantang untuk mengolahnya. Pertama, aku coba menumisnya bersama dengan bawang merah dan bawang putih, dengan sedikit minyak. Tambah gula garam, diulek sedikit, jadilah sambal teman makan malam. 
Agak terganggu dengan minyaknya, aku mencoba membuat sambal dabu dengan cabai gendot. Tomat hijau pun ikut serta sebagai pelengkap. Dan wow, ini dia juaranya. Satu lagi, aku membuat ayam teriyaki yang kuberi irisan cabai gendot merah. Ternyata, rasa pedasnya semakin muncul.

Yang jelas, cabai satu ini membuatku ketagihan. Sepertinya, setelah ini stok cabai gendot harus selalu ada di rumah. Bagaimana dengan Anda, berani mencoba?



@windyeffendy, Oktober 2022.


 #kearifanlokal 

#festivalliterasiperlima

#jurnaloktoberperlima

#festivalliterasi

#perlima

#perempuanpenulispadma

#bulanbahasa

#bulanbahasaOktober2022

No comments