Mempunyai dua gadis remaja ini susah-susah gampang. Uwow.
Sudah tidak bisa berbicara lagi dengan bahasa bayi. Harus banyak dialog selayaknya teman.
Sebenernya sejak kecil pun saya terbiasa berbicara dengan biasa kepada mereka. Bukan dengan bahasa bayi. Ketika bayi pun kami berbicara seakan-akan bisa saling memahami.
Beranjak di usia balita, saya dan suami berusaha membuat anak-anak tetap memiliki privacy walau dari hal terkecil, dari benda-benda yang dimilikinya.
Memberikan kamar sendiri dan memisahkan tidur mereka dengan sejak kecil, walau mereka berdua sharing kamar.
Bertambah usia, bertambah tanggung jawab yang kami berikan kepada mereka. Harus bisa membereskan kamar sendiri. Mulai berlaku reward and punishment. Reward untuk tasks kecil yang mereka bisa selesaikan sendiri, dan punishment untuk hal-hal yang sudah mereka janji untuk lakukan tapi tidak dipenuhi.
Contohnya, soal membereskan kamar.
Kedua anak ini memiliki gaya masing-masing.
Fia cenderung lebih santai, lebih tidak teratur menata barangnya, tapi tau di mana barang itu diletakkan.
Ica lebih rapi, tertata dan terstruktur, lebih suka menata dengan urutan.
Walau di dalam satu kamar yang sama, mereka punya sudut masing-masing.
Ketika mereka berjanji untuk membereskan kamarnya dalam satu waktu dan berhasil, reward bisa berupa sesuatu yang sederhana seperti beli spidol yang lama diinginkan, eskrim, makan bareng, atau semacamnya.
Bila ternyata mereka gagal membereskan kamarnya dalam satu waktu, maka punishment yang diberikan kadang berupa larangan nonton televisi selama 1 hari, atau tidak boleh main keluar sampai kamarnya rapi, dan lain-lain.
Semakin besar, beda lagi caranya.
Alhamdulillah kami bisa memisahkan kamar mereka eventually, dan akhirnya mereka bisa mengatur kamarnya masing-masing sesuai dengan keinginannya.
Semakin besar mereka, saya semakin tidak membantu membereskan kamar mereka.
Saya memberikan tanggung jawab sepenuhnya, dengan catatan, what you did is what you get.
Kamarmu kotor karenamu sendiri. Kamarmu nyaman karena kamu sendiri juga.
Saya juga tidak berinisiatif mencari-cari atau buka rahasia mereka, ngintip-ngintip diary, no way. Mereka harus dipercaya agar mereka bisa mempercayai orang lain juga.
Sempat terjadi, Ica, dengan santainya mengacak adul kamarnya tanpa rasa bersalah. Tapi di umur yang sama, Fia dulu juga pernah seperti itu.
Sekarang, satu pasang sapu dan cikrak saya masukkan ke kamar mereka. Dalam ukuran kecil.
Simple order, bersihkan sendiri kamarmu. Kotor atau bersih, itu tanggung jawabmu.
Bukannya lalu saya lepas tangan dan tidak mengontrol, bukan.
Setiap hari saya keluar masuk kamar mereka untuk melihat kebersihan dan kerapiannya.
Sepulang sekolah, tinggal ditegur aja bila memang belum bersih.
Rambut-rambut anak gadis yang suka lupa tidak disapu di lantai, itu concern saya, selalu saya minta untuk dibersihkan setiap hari.
Soal kerapihan kamar, itu relatif. Rapi buat saya, belum tentu nyaman buat mereka.
Kami membiarkan mereka menciptakan kamar mereka sendiri. Ruangan mereka sendiri.
Tempat mereka hibernasi, tempat mereka berkreasi.
Karena itu bukan kamar, tapi itu sarang mereka.
Tugas kami satu, mengawasi dan menggiring kembali ke right track.
So far, Alhamdulillah, still on right track walau kadang-kadang masih kebablas sedikit.
But that's a family, that's kids are, we are growing dan kami sedang berproses.
Kami menikmatinya..
#hari4
#gamelevel2
#tantangan10hari
#melatihkemandirian
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional
#melatihkemandirian
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional
No comments
Post a Comment