Cerita punya cerita kenapa aku terdampar di Surabaya adalah, karena aku sudah didamparkan lebih jauh lagi di Semarang sono.
Jauh melampaui batas waktu, seperti yang sudah akan kumulai di dokumen itu. Susahnya memulai cerita.
Awalnya adalah sebuah pertanyaan, kalau itu tidak boleh dibilang sebagai pertanyaan :
"Ma, aku dipindah ke Semarang, bagaimana?"
Melongo.
Melotot. Pengen ikut.
Ya iyalah siapa yang pengen ditinggal suami jauh-jauh. Yang jelas kemudian berlangsunglah pembicaraan lama dan panjang yang berakhir pada keputusan bahwa sang papa harus berangkat duluan dan let's see what happened there after he moved.
Begitulah.
Papa berangkat duluan. Tiga bulan lebih rasanya, - aku lupa tepatnya - papa pulang balik antara Semarang - Surabaya. Beribu doa setiap kali dia musti berangkat, baik itu bawa mobil sendiri, atau naik taksi untuk ke tempat pool bus ke Semarang. Rasa takut menyergap datang kala harus menemani anak-anak sendirian dalam seminggu, bisa lebih. Tak setiap minggu papa bisa pulang ke Surabaya, of course.
Belum lagi yang namanya suudzan, masyaalloh. Kalau kita sedang sendiri itu lalu dikuasai oleh pikiran-pikiran buruk, duh capek sekali. Dampaknya bisa kemana-mana. Kadang nangis sendirian di kamar, kadang musti bingung mau ngapain. Exhale-nya ya dengan berdoa lagi deh, semoga Alloh memberikan kelapangan dan keluasan hati pada suamiku, memberikan kebaikan dan dijauhkan dari yang mudarat, yang haram, dan yang berbahaya. Memberikan ketentraman pada suamiku untuk selalu kembali pulang.
Gitu aja deh simple. Tentram lagi, Alhamdulillah. Tinggallah lalu berkutat dengan kesendirian mengurusi anak-anak, walaupun ada mbak-mbak yang menemani. Tapi beda lah ya, namanya juga suami.
Antar jemput kakak ke sekolah.. sempet dengan motor, bawa mobil juga. Kalau sudah naik mobil si kakak tidak mau turun bila sampai di rumah, karena kecapekan, karena sudah ketiduran. Dan menurunkannya dari mobil itu adalah perjuangaaaan sekali..
Ah sudahlah. Sudah berlalu.. Yang jelas ada kemunduran aku lihat dari si kecil. Yang tadinya bermanja-manja pada papanya, sekarang setiap kali papa pulang, dia tidak kenal. Baru mau disayang dan dipeluk papa minggu sore, ketika papa musti balik lagi ke Semarang. Berbulan-bulan begitu..
Tidak bener lah ini namanya..
Akhirnnya kami kembali berbicara berdua. Duduk dan bicara banyak hal, bahwa sebaiknya tidaklah baik anak-anak kami ini terlalu jauh dari ayahnya. Ibunya pun juga, *ehem* tidak baik terlalu jauh dari suaminya. Ya to?
Jadilah, diputuskan, okaaaay, here we go, pindah ke Semarang semua yak.
Alhamdulillah. Apa yang lalu mesti terjadi?
Ya jelas, bongkar seisi rumah. Apa yang musti dibawa dan apa yang tidak. Itu membutuhkan waktu 3 bulan dengan bersantai-santai, dengan arti tetap melakukan daily activity. Yang ini dikirim, yang ini dikasih orang, yang ini dibungkus, yang ini dititipkan rumah mami..
Oya, Mami, is my mother. Anak-anak tetap memanggilnya mami, biar awet muda kata Beliao. *tutupmuka* hehehe
Well well well..
And here came the day... Berat rasanya hatiku meninggalkan rumah itu, tapi sudahlah.. itu yang harus dilakukan..
Ica di masa sebelum pindah ke Semarang |
Fia, kelas 1 SD, masih ditinggal-tinggal papanya.. ini main di pantai rembang, perjalanan berangkat ke Semarang, |
**(to be continued)**
No comments
Post a Comment