Dalam kehidupan kami, es krim adalah penyelamat di semua situasi. Ia adalah tujuan, ia adalah harapan, ia adalah kekuatan yang membuat kami bisa tetap tertawa bersama. Es krim adalah sahabat dalam semua cerita-cerita kami.
Ketika Fia dan Ica kecil, mereka sering kambuh asmanya: berupa batuk pilek yang tak kunjung sembuh. Ayahku, yang adalah dokter spesialis anak, tinggal di Jombang sementara kami di Surabaya. Terkadang ayahku memberikan resep saja, terkadang menyuruh kami pergi ke salah satu sahabatnya di Surabaya, dokter spesialis anak juga. Uti Fat, begitu kami memanggilnya, selalu memberikan resep yang manjur, dan satu hal yang menyenangkan: tetap makan es krim, boleh. Makanlah es krim vanila, jangan yang coklat. Jadinya, bila Fia dan Ica mogok minum obatnya, es krim vanila pun jadi pelipur lara.
Tidak setiap hari mereka jajan es krim, tentu saja. Es krim menjadi salah satu reward yang dinantikan ketika mereka menyelesaikan tugas atau berhasil menaklukkan tantangan yang kuberikan. Bila sehari-hari di rumah, cukuplah ada satu wadah kecil es krim sebagai cadangan untuk diberikan kepada mereka sewaktu-waktu. Bila mereka ikut ke minimarket, mereka boleh pilih satu—atau maksimal dua, yang tidak boleh dimakan sekaligus—untuk dibawa pulang.
Itu ketika mereka masih kecil. Semakin besar, remaja, bahkan beranjak dewasa kini, mereka masih tergila-gila pada berbagai jenis es krim. Namun, mereka juga tak memilih banyak, hanya satu atau dua untuk dimakan secukupnya. Atau mereka memilih membeli satu pitcher besar untuk dimakan bersama-sama.
Ketika traveling, tentu saja es krim menjadi salah satu must have item yang ada dalam daftar. Seperti ketika kami berlibur ke Yogyakarta, Tempo Gelato selalu menjadi tujuan. Biarpun waktu yang tersedia tak banyak, kami selalu menyempatkan mampir ke sana, demi satu scoop gelato yang menenteramkan. Bila ada waktu cukup longgar, kami duduk di sana sambil berdiskusi kegiatan liburan serta kegilaan-kegilaan yang menyertainya.
Sebelum pandemi, kami menyempatkan backpacker berempat ke Jepang. Salah satu tujuan kami sangat jelas: soft ice cream matcha di Arashiyama! Fia dan Ica fokus kepada es krimnya, tentu saja. Ketika kami baru turun dari kereta di Stasiun Saga-Arashiyama, dua gadis itu langsung mencari-cari di mana letak si penjual es krim ini berada. Kami berjalan menuju ke tepian sungai Katsura sebelum menyeberangi Jembatan Togetsu-kyo menuju hutan bambu. Ternyata, di tepian ada satu lapak kecil yang sebenarnya belum buka, tetapi sudah siap melayani pembelian es krim matcha.
Tanpa menunggu lama, Fia dan Ica segera berlari dan membelinya. Sungguh, kegembiraan mereka di mataku tak akan terlupakan. Satu tujuan tercapai. Kami pun menikmati es krim itu di tepi sungai, benar-benar menikmatinya hingga tuntas, baru kemudian berjalan lagi.
Bagi kami, tak perlu ada momen khusus untuk menikmati es krim. Sebagai sebuah pelengkap kebahagiaan, es krim adalah sebuah ikatan di antara kami.
Soft ice cream matcha yang kami nikmati di tepi Katsuragawa |
#windyeffendy #eskrim #kyoto #arashiyama
No comments
Post a Comment