Kali ini, saya tergelitik untuk sedikit mengulik perihal bionarasi penulis. Dalam pekerjaan menyunting dan menata letak, sering kali bionarasi ini menjadi pe-er yang panjang.
Setiap penulis yang pernah mengikuti antologi pasti sudah paham apa itu bionarasi. Buat yang belum, saya akan jelaskan sedikit.
Mengenal Bionarasi
Bionarasi biasa disebut juga profil penulis. Biasanya sebagai bagian pelengkap dari suatu tulisan. Tentu saja, sebuah tulisan harus dilengkapi dengan informasi penulisnya. Tanpa itu, pembaca tidak akan tahu, siapa yang sedang cuap-cuap dengan ratusan atau ribuan kata tersebut.
Bionarasi memuat nama, pendidikan, gelar, prestasi, bookography atau deretan buku-buku yang pernah ditulis, dan berbagai informasi lainnya. Termasuk di mana bisa menghubungi penulis.
Apakah itu menjadi standar? Tidak juga. Biasanya bebas saja para penulis ingin menulis informasi apa pun dalam bionarasi. Yang sering jadi pertanyaan, apakah kemudian informasi itu berguna untuk diterima oleh pembaca?
Media Branding
Bagi saya, bionarasi adalah sebuah media untuk memperkenalkan diri. Branding, kata kerennya. Mengapa harus branding diri?
Hm, mengapa tidak?
Ketika pembaca membaca suatu tulisan, ada dua pilihan di akhir: dia suka atau tidak suka. Let's say, tulisan Anda disukai pembaca. Mereka akan bertanya-tanya, siapa sih yang menulis ini?
Halaman bionarasilah yang menjadi jawabannya. Dengan membaca bionarasi, pembaca akan kenal dengan penulis. Gender, usia—misalnya dianggap perlu, latar belakang pendidikan, kesukaan, sejarah dalam kepenulisan, prestasi, karya-karya lain; dan yang paling penting, di mana bisa menghubungi atau melihat karya lainnya.
Jual. Jual. Jual.
Jual diri Anda lewat bionarasi. Terutama untuk Anda yang ingin menjadi penulis terkenal. Mungkin lewat bionarasilah ada jalan ninja Anda bisa dikenal penerbit.
Misteri dalam Bionarasi
Nah, tidak jarang saya temukan ada bionarasi yang sengaja dibuat singkat, misterius, dan mengaburkan siapa penulisnya. Pertanyaan saya: buat apa?
Bila Anda ingin tidak diketahui identitasnya, gunakan nama samaran. Lalu buat persona untuk nama samaran itu. Karanglah bionarasi untuk nama samaran tersebut. Berarti amunisi sudah harus siap.
Amunisi yang saya maksudkan adalah: buat juga akun media sosial untuk bersembunyi, untuk si nama samaran tersebut. Pajang karya-karya di sana. Buat kisah tentang si samaran ini. Misal Anda ingin berganti gender di nama samaran itu, ya buatlah. Toh, pembaca tak akan tahu.
Itu namanya totalitas dalam bermisterius. Bukan tetap menggunakan nama asli, lalu menuliskan bionarasi alay bin lebay yang tidak jelas informasinya.
Dampaknya apa? Pembaca akan langsung melupakan Anda. Percuma.
Daripada bermisterius dengan tidak jelas, buatlah tempat persembunyian yang benar-benar tertutup, seperti sarang Batman.
Satu lagi, perihal foto yang dilampirkan pada bionarasi. Ada yang sengaja menggunakan foto tidak tampak muka atau wajahnya sengaja ditutup dengan pose berlebihan demi sebuah kata: misterius.
Buat saya, sekalian aja tidak usah pakai foto. Memudahkan tukang tata letak dan tidak menyesatkan pembaca. Bila ingin dengan foto tapi tampak misterius, bangunlah seratus persen persona tadi. Buat foto persona. Atau, buat logo persona. Lebih cantik dipandang mata ketika dipasang di sebelah bionarasi penuh misteri tadi.
Menjadi Penulis yang Siap
Banyak yang meminta dirinya disebut sebagai penulis, tetapi tidak menyiapkan senjata-senjata untuk mem-branding dirinya sebagai penulis. Salah satunya adalah bionarasi tadi—selain kemampuan dasar untuk membuat naskah rapi, membuat judul sesuai pakem, dan membuat tulisannya enak dibaca.
Dari pendeknya pengalaman saya mengikuti beberapa puluh antologi, ada berbagai macam ketentuan dalam bionarasi. Salah satunya adalah panjang pendeknya bionarasi. Itu membuat saya sedikit "galak" ketika menjadi editor dalam proyek menulis (mana pun). Saya biasa menetapkan jumlah kata dalam bionarasi. Bila lebih, editor berhak memotong tanpa konfirmasi dengan penulis. Walau setelahnya tetap ada sesi untuk approval tulisan akhir setelah diedit kepada penulis, informasi galak itu tetap saya sampaikan di awal agar semua penulis aware dan memilah kata-katanya agar bisa sesuai ketentuan. Memudahkan editor sekaligus tukang tata letaknya (meski itu bukan saya). Apa gunanya? Proses pembuatan buku menjadi lebih cepat, biasanya.
Saya pun menjadi aware dengan bionarasi saya sendiri. Saya menyiapkan beberapa template bionarasi saya dalam pilihan 50, 100, hingga 200 kata. Disimpan dalam file tersendiri di laptop, khusus bionarasi. Foto pun saya siapkan yang proper dan cukup berbicara. Dalam masa berkala, saya update bionarasi itu untuk menyelipkan informasi penting terbaru.
Bagi saya, bionarasi tidak perlu berganti-ganti setiap kali demi menyelipkan karya terakhir. Justru karya ter-wow dan terpenting atau prestasi ter-uwauw dan terkini yang harus di-update. Namun, bagian depan dan tengahnya biasanya remains the same, selalu sama.
Jadi, begitulah pandangan saya perihal bionarasi. Tulisan ini terjadi akibat kegemasan tidak tertahankan pada beberapa bionarasi yang saya hadapi di meja kerja. Semoga curhat ini bermanfaat. [WE]


No comments
Post a Comment