Ketika Jin Mabuk Kepayang

Ulasan Drama Korea Genie, Make a Wish

Oleh Windy Effendy


Tidak semua orang mau “bertemu” alias melihat yang tidak kasat mata. 

Namun, bila yang muncul adalah sosok ganteng dan imut seperti Kim Woo Bin, 

mungkin kamu mau berjumpa berkali-kali.


Jikalau memang bisa meminta tiga hal saja di dunia ini, apa yang akan kauminta? Sulit bukan? Apakah kita akan terjebak dalam keserakahan, keegoisan, atau sebaliknya: memberikan yang terbaik untuk orang lain? Permasalahan inilah yang berputar-putar dalam Genie, Make a Wish, sebuah serial drama Korea yang baru saja mengentak layar pecinta drakor di Netflix.



Dibintangi oleh Kim Woo Bin sebagai Genie dan Bae Suzy sebagai Ki Ka Young, penonton dimanjakan oleh wajah rupawan mereka. Belum lagi ada penampilan singkat Song Hye Kyo (The Glory, Descendants of the Sun, Full House), Kim Ji-Hoon (Flowers of Evil, The Heist-Korea, Crime Scene), dan Daniel Henney (Criminal Minds, Big Hero 6, X-Men Origins: Wolverine). 



Belum lagi para pemain pendukung seperti Ahn Eun-Jin (Hospital Playlist, Resident Playbook, The Good Bad Mother), Lee Joo-Young (Itaewon Class, No Mercy, Target) dan Noh Sang-Hyun (Panchiko, Love My Scent, Soundtrack #2) yang sangat kuat mendukung jalan cerita. Puas saya menikmati akting sempurna mereka mulai dari episode 1 hingga episode 13, yang terakhir. 


Kisah Jin Ganteng dan Nona Alexithymia

Bila kalian penikmat film Disney, pasti sudah kenal dengan jin biru yang siap melayani Aladdin dengan memberikan tiga permintaan yang pasti dipenuhi. Nah, Genie, Make a Wish, memiliki premis yang serupa: Jin yang siap memenuhi tiga permintaan tuannya, tetapi mendapatkan banyak masalah dalam mewujudkannya. Yas, betul. Masalah yang dihadapi jin biru dan jin ganteng ini tentu jauh berbeda. Di tangan penulis skenario ternama, Kim Eun Sook (The Heirs, Descendants of the Sun, The King: Eternal Monarch, The Glory), kisah jin dan tiga permintaannya menjadi tidak sederhana.

Alkisah, si Genie adalah jin yang terlahir Kamis, satu hari setelah malaikat yang lahir pada Rabu, yang terpenjara dalam lampunya selama 983 tahun. Bagaimana bisa dan mengapa dia harus disekap selama itu akan terjawab dalam perjalanan ceritanya.  Yang jelas, Genie bertemu dengan Ki Ka Young. Tersandung oleh lampunya—yang tadinya terkubur jauh di dalam pasir, Ki Ka Young pun menjadi tuan baru si Genie. Tiga permintaan pun ditawarkan oleh Genie. Pemenuhan tiga permintaan Ki Ka Young pun menjadi roller coaster dalam cerita dari episode awal hingga akhir. 



Menariknya, Ki Ka Young adalah penderita Alexithymia, alias orang yang tidak bisa merasakan emosinya. Beberapa adegan menjelaskan bagaimana seluruh desa ikut membantu mengajarkan berbagai macam bentuk emosi kepada Ki Ka Young, atas inisiasi neneknya. Ibu Ki Ka Young pun meninggalkan anak kecil ini kepada sang nenek karena dianggap sudah tidak bisa lagi diatasi. Pertemuan Ki Ka Young dan ibunya di Dubai adalah salah satu adegan kunci yang membawa alur 
flashback yang memuat alasan-alasan mengapa Ka Young harus tinggal bersama neneknya. Sebuah latar belakang menarik yang menjadi penguat cerita secara keseluruhan.

Tentu saja, sebuah kisah tak akan memikat tanpa bumbu romansa. Kalian yang sudah sering menulis cerita tentu paham bahwa harus ada alasan kuat yang membuat penonton atau pembaca tetap tertarik mengikuti suatu cerita. Romansa adalah salah satunya. Apalagi misteri percik asmara antara Genie dan Ka Young yang tak mampu merasakan emosi, tentu membuat penasaran bagaimana kisah cinta mereka akan berjalan. 


Tentang Jin, Iblis, dan Setan

Pro dan kontra di jagad maya mewarnai drakor yang satu ini. Beberapa artikel memaparkan beberapa ketidaksetujuan kisah yang terasa sangat diadaptasi dari ajaran Islam. Di artikel lainnya juga ada yang menghujat habis-habisan dengan menasbihkannya sebagai drakor terburuk di Netflix pada tahun ini. Ada pendapat pula yang muncul di platform seperti X, tentang mengapa harus menyimak kisah iblis jatuh cinta di drakor satu ini, sementara sejak kecil telah diajarkan dalam Islam bahwa iblis menyesatkan umat manusia.


Pertama kali menyimak kisah Genie ini, sempat tebersit protes juga dalam hati saya. Kenapa ini mirip sekali dengan ajaran Islam? Bener atau tidak, nih, mereka ambilnya? Begitu yang saya rasakan. Seketika jempol pun melakukan riset di Google dan bahan-bahan bacaan lain yang mendukung.  Ternyata, memang informasi yang ditampilkan dalam film ini mengenai jin, iblis, dan malaikat ini seperti berdasarkan agama Islam.

Beberapa dialog Genie seakan diambil dari ayat suci Al-Qur’an, seperti persoalan iblis yang tidak mau tunduk kepada manusia. Sesuai dengan yang disebutkan dalam surat Shad ayat 76.

 “Iblis berkata: ‘Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah’.”-Shad:76 
 

Satu hal yang menarik adalah urutan penciptaan makhluk Allah yang disampaikan dalam drakor ini. Malaikat diciptakan sebelum jin, dinyatakan dengan jelas dengan urutan hari dalam drama ini.  “Aku iblis, roh yang diciptakan Tuhan dari api tanpa asap, satu hari setelah malaikat diciptakan, yaitu pada hari Kamis,” kata Genie. Dalam dialog lain, si malaikat bersayap yang menjadi musuh si iblis, menyebut dirinya diciptakan pada hari Rabu. Sementara manusia—merujuk pada sosok Ki Ka Young—diciptakan dari tanah liat pada hari Jumat. Seolah-olah, urutan hari itu menentukan siapa yang lebih ber-“kasta” di mata Tuhan—pada film ini. Lucu, bila dilihat sepintas. 

Bicara tentang si malaikat, dia adalah sang malaikat maut, Izrail—dalam seri ini namanya ditulis mirip dengan ejaan berbeda: Ejllael.  Digambarkan ganteng pun, memiliki sayap berwarna hitam, dengan kemampuan terbang, membawa parang raksasa, tugasnya dilakukan dengan halus: memberi makanan atau minuman kepada yang sudah waktunya berangkat dan menjemput rohnya kemudian. Tetap, pencabut nyawa. Diterangkan dalam drakor ini, hanya si malaikat maut yang mampu memenggal kepala si iblis alias Genie saat si jin ganteng sudah menyatakan tunduk pada umat manusia, alias Ki Ka Young. 

Dalam Islam, diajarkan ada banyak malaikat, ada banyak iblis. Yang ditampilkan hanyalah Izrail semata, dan seorang iblis—yang memiliki banyak sekali saudara. Generalisasi entitas malaikat dan iblis ada di sini, yang bila dipahami secara salah akan menimbulkan persoalan baru.

Di luar sana, ada beberapa pendapat dari pengamat budaya yang mengatakan bahwa tidak sepatutnya sebuah drama mengambil ide dari kisah agama. Bisa menjadi blunder untuk tim produksi, yang hingga saat ini tidak menyatakan sanggahan apa-apa terhadap tuduhan telah menggunakan kisah dalam Al-Qur’an untuk naskah mereka. 

Dalam situs NU Online, Quraish Shihab menjelaskan makna kata “jin” adalah sesuatu yang tersembunyi, yang dapat diartikan bahwa jin termasuk makhluk halus, alias yang tidak terlihat oleh mata manusia. Jin yang berasal dari api dan malaikat yang terbuat dari cahaya, sama-sama makhluk halus yang tidak bisa dilihat oleh manusia. Sementara, dalam artikel yang berjudul Mengenal Iblis Lebih Dekat yang ditulis oleh Damsyi Hanan di situs Pengadilan Tinggi Agama Bandar Lampung, ada penjelasan perihal istilah iblis dan jin: sebutan “iblis “diperoleh jin sejak dia  membangkang ketika diperintah untuk sujud kepada Adam. Sehingga, iblis adalah bagian dari jin,  sebagaimana diterangkan dalam surat Al-Kahfi ayat 50.

“Dia adalah dari golongan Jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya.”

~Al-Kahfi: 50

Dapat disimpulkan bahwa iblis sudah pasti jin, tetapi jin belum tentu iblis. Dikutip dari situs ini, sebagian jin ada yang beriman dan ada pula yang kafir, ada yang taat dan ada yang durhaka. Jin dan manusia sama-sama memiliki akal, pengetahuan, dan kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan buruk (Pengantar Studi Akidah Islam, Umar Sulaiman Al-Asyqar, 2018). Sementara istilah “setan” merujuk pada kata sifat durhaka (asal kata: Syatana; yang berarti jauh dari rahmat).

Nah, pada bagian penggunaan istilah dan entitas yang berbeda-beda inilah yang saya khawatirkan tidak dipahami dengan baik oleh penonton. Kaum muslim pun belum tentu paham perbedaannya—sementara di drakor ini si Genie berkali-kali menyebut dirinya sebagai jin, sekaligus iblis, dan juga setan. Apalagi mereka yang tak pernah menyentuh pengetahuan tentang makhluk halus ini—jangan lupa, definisi dan penyebutan di atas sesuai dengan ajaran dalam agama Islam.


Fasihnya si Genie Berbahasa Arab

Terlepas dari isu agama yang dipersoalkan di sana-sini, drakor ini memberikan keindahan Dubai dan gurun pasirnya, lengkap dengan bahasa Arab yang diperdengarkan dengan begitu indah—nyaris di setiap episode. Penggunaan bahasa Arab dan setting pengambilan gambar di Dubai membuat drakor satu ini sangat berbeda.

Totalitas akting Kim Woo Bin ternyata luar biasa. Menurut artikel di detikpop, Woo Bin mengulang mendengar dialognya dari rekaman audio penutur asli sebanyak 1.000 kali tiap baris.  Dengan memiliki 52 baris dialog berbahasa Arab, Woo Bin membutuhkan berbulan-bulan untuk melancarkannya. Di setiap jeda syuting, dan di pemotretan, si Genie ini melatih dialognya dengan pelatih bahasa Arab. Hasilnya bisa kita saksikan: sangat sempurna.


Yang menarik ketika Ka Young menuliskan ulang tulisan Arab yang tertulis di pilar dalam lampu ajaib Genie—bila kalian bingung kenapa ada pilar dalam lampu ajaib, tonton saja sendiri, ya. Ka Young menulisnya dari kiri ke kanan, ketika seharusnya dari kanan ke kiri. Genie juga tidak berusaha membenarkan. Ka Young digambarkan sebagai orang yang tidak tahu menahu kaidah penulisan Arab dan menuliskannya ulang dari kiri ke kanan, wajar saja. 


Tayangan yang Memang Menghibur

Lepas dari semua kontroversi, termasuk bagaimana membaurkan karakter jin dari cerita Aladdin dengan jin dalam kaidah Islam, tayangan satu ini  benar-benar menghibur. Karakter tokohnya menarik, plot ceritanya asyik, pengambilan gambarnya bagus, dan tentu saja pemilihan aktor dan aktrisnya yang ciamik, menjadi daya tarik tersendiri untuk drama satu ini.

Penonton tinggal memilih dan memilah—dengan cerdas, mana yang harus diterima dan tidak. Saya juga berada dalam batas ragu, apakah akan menjadi penikmat yang menyukai drama Korea dengan mise-en-scène memikat seperti ini, ataukah merenungkan dan ikut memprotes penggunaan ajaran Islami dan fakta dalam Al-Qur’an di drakor ini. Pada akhirnya, tayangan ini tetap menghibur—dan membuat saya riset dan belajar banyak tentang dunia makhluk halus sesuai Al-Qur’an. Jadi, tetap membawa nilai kebaikan, bukan?

Saya teringat sebuah kalimat dari seorang sutradara muda, Rahabi Mandra (Kadet 1947, Believe: Takdir, Mimpi, Keberanian), ketika saya wawancara untuk sebuah buku. Abi—begitu dia biasa dipanggil—berkata, “Orang menonton film untuk mencari hiburan. Hidup sudah sulit, janganlah menonton film disuruh berpikir yang sulit-sulit juga.” Kira-kira begitulah isinya. Ucapan Abi membuat saya merenung. Serumit-rumitnya sebuah tayangan dibuat, dengan riset ini itu dan pertimbangan ini itu, pada akhirnya mengacu pada kepuasan penonton yang menyaksikan. Apakah mereka akan terhibur? Atau membenci? Atau biasa saja?

Ada mereka yang masa bodo dan tetap menikmati kegantengan dan kecantikan pemainnya saat menonton tayangan—dalam hal ini drakor. Ada yang sudah ilfil ketika gambar yang disajikan terlihat sangat jadul, walau film atau series itu dibuat di tahun terkini. Ada yang sudah malas melihat kisah yang terlalu menjual kesedihan. 

Bagi saya, drama ini menghibur, lepas dari beberapa keajaibannya. Menohok di beberapa bagian. Manusia itu diciptakan serakah, begitu kata Genie. Ia menantang Ka Young untuk membuktikan itu tidak benar. Lalu, saya justru merenung sendiri. Jadi, apa yang terjadi selama ini, dalam hidup ini, adalah godaan dari para iblis, yang mendorong kita ke jurang keserakahan? Bisa jadi. 

Banyak sekali yang ingin saya tulis setelah menonton drakor ini. Perenungan-perenungan panjang dan catatan panjang pun tercipta. Ingin ikut merenung juga? Silakan tonton sendiri drama Korea yang unik ini. Enjoy! [WE]


Foto: dari berbagai sumber

No comments