The Story of My Cakes—Episode 9: Gajah Purba

Aku sangat menyukai sclupting cake, kue-kue yang dibuat dengan cara dipahat. Kepuasan dan kebahagiaan saat membuatnya itu tidak tergantikan oleh apa pun. Bila hasil jadinya bagus, itu adalah bonus. Namun, proses menaklukkan semua lekukan, tanjakan, turunan, dan tikungan itu yang lebih menyenangkan. 



Aku sempat belajar langsung ke Michelle Wibowo, cake artist dari Indonesia yang bermukim dan berkarya di London, saat dia datang ke Jakarta. Nanti akan kuceritakan kue yang satu itu. Kali ini aku akan bercerita tentang sebuah kue yang menurutku gagal dalam pembuatan dan prosesnya.


Aku sempat putus asa saat membuat kue ini. Pesanannya adalah membuat kepala gajah, dengan telinganya yang lebar. Aku langsung teringat Bona, bila ada yang tahu siapa itu Bona. Telinga gajah merah muda ini lebar sekali. Salah satu karakter favoritku di Majalah Bobo.


Aku mulai membuat perhitungan berapa banyak kue yang kubutuhkan. Berapa lebar alas yang harus kusiapkan. Sebenarnya kue hanya ada di bagian kepalanya saja, sementara telinganya aku buat dari gula fondant. Aku membuat desain kepala gajah yang menghadap ke atas, sehingga nanti telinganya juga akan melebar ke samping. 


Sebenarnya kue yang diperlukan tidak terlalu banyak, hanya saja nanti membutuhkan waktu lama untuk memahat kepala gajah ini. Waktu yang diperlukan untuk memanggang kue juga tidak terlalu lama. Aku segera menyiapkan kue-kue ini untuk bisa segera kukerjakan. Tanpa kue-kue itu siap, tidak ada yang bisa dilakukan. 


Aku mengumpulkan foto-foto gajah dari samping kiri kanan dan dari atas. Aku pelajari proporsinya, aku cermati bagian-bagiannya. Sepertinya mudah. Namun, aku belum mulai apa-apa. 


Ketika kue sudah siap, aku mulai menyiapkan hati untuk membuat kue gajah ini. Perlahan-lahan kupotong bagian-bagian yang tidak perlu, untuk membuat bentuk dasar kepala gajah. Serpihan-serpihan kue yang berwarna coklat kukumpulkan menjadi satu wadah agar tidak tercecer. Untuk menemaniku bekerja, aku menyeduh daun teh kering kesukaanku di satu teko besar. Cukup untuk satu hari penuh. 


Perlahan, bentuk mulai tercipta. Aku memastikan posisi lekukan mata, tempat belalai, mulut, dan bagian telinga sudah tepat. Ketika fondant mulai kuletakkan, aku mulai membentuknya agar lebih sempurna. Tentu saja tidak ada gading yang tak retak, tetapi membuat gajah ini tak semudah yang kubayangkan.

Kepala gajah sudah tertutup dengan fondant, bentuknya juga sudah terlihat. Namun, aku baru menyadari, paling sulit adalah membuat bayangan dan  kerutan-kerutan yang terlihat hidup. Aku mulai pusing kepala. Meskipun bagian melukis ini paling kusuka, tetapi semakin lama aku semakin tidak bisa membayangkan bagaimana seharusnya bayangan atau shading di kepala ini tercipta. 


Aku mencoba menghubungi adikku, yang memahami betul bagaimana membuat bayangan dan menghidupkan karakter karena dia bekerja di dunia animasi. Segera saja aku mendengarkan kuliah 1 SKS dari adikku tentang bayangan. Ending-ya dia bilang: anggap saja sedang bikin shading waktu make-up! Nah, make up pun aku jarang-jarang, ini harus melakukan make up untuk si gajah! Baiklah!


Kucoba lagi melukis bayangan dan memberikan highlight agar gajah terlihat lebih hidup. Akhirnya, setelah berjibaku beberapa jam, aku berhenti. Aku melihat hasil karyaku dengan saksama. Astaga! Aku sedang membuat gajah purba!


Gajah di hadapanku terlihat sangat mengerikan, dengan keriput di sana sini dan telinga dan beberapa bagian yang terlihat tidak proporsional. Ingin rasanya aku membongkar dan mengerjakannya dari awal, tetapi itu tidak mungkin. 


Aku menghela napas. Rasanya aku harus berhenti agar tidak semakin parah. Aku berusaha memberikan sentuhan di sana sini sedikit, lalu aku menyerah. Semua aku bereskan, lalu aku siapkan untuk dikemas dan dikirim. 


Mau tak mau aku harus mengirimkan gajah mengerikan ini. Biarpun aku gagal mengerjakannya, kue harus tetap dikirim. Aku akan mengirimkan permintaan maaf sebesar-besarnya nanti. 


Ketika kue sudah menuju lokasi penerima, hatiku sangat gelisah. Aku sangat kuatir penerimanya akan marah-marah nantinya. Namun, ternyata si kurir ini menanti lama sekali dibukakan pintu, kemudian setelah diterima, tak ada informasi apa pun darinya. Aku berusaha menghubungi penerima, yang hanya membalas singkat. “Sudah diterima. Terima kasih.” Itu saja.


Aku menanti hingga malam pun tidak ada respon kembali. Baiklah, aku menyerah. Semoga gajah purba ini menemui takdirnya dengan selamat.


#windyeffendy #thestoryofmycakes #gajahpurba

Share:

0 Comentarios