The Story of My Cakes—Episode 4: Tas dan Tas Lainnya

 Di awal belajar mendekorasi kue, aku sempat belajar membuat kue tiga dimensi dengan bentuk tas. Bukan membuat replika tas kecil dari fondant sebagai hiasan di atas kuenya, tetapi benar-benar memotong dan memahat kue menjadi bentuk tas tiga dimensi. 





Waktu itu sekitar tahun 2009-2010—kalau tidak salah ingat, masih sangat jarang pembuat carving cake tiga dimensi, terutama di Semarang. Selain belum terlalu tren, juga tidak banyak yang serius menekuninya. Banyak yang beranggapan carving ini jatuhnya terlalu mahal, terlalu banyak bahan yang terbuang, dan masih banyak alasan lain.


Aku belajar bahwa mahal atau murah itu tergantung dari target marketnya. Bila bicara dengan mereka yang tidak menghargai kesulitan dan seni membuat kue yang unik ini, tentu saja akan dianggap mahal. Bila sudah bertemu target market yang tepat, yang mau menghargai keunikan dan tahu bahwa membuat kue seperti ini tidak mudah, harga tidak akan menjadi masalah.


Masalah bahan yang banyak terbuang, bisa disiasati dengan perhitungan yang tepat dan teknik yang sempurna. Tentu saja, di awal-awal belajar membuat kue tiga dimensi, jangankan bahan terbuang, tenaga dan waktu pun ikut terhamburkan. Satu dua kali membuat tentu masih belum sempurna. 


Saat pertama membuat kue berbentuk tas inilah pertama kalinya aku memahat kue sebenarnya—dan terkejut melihat banyaknya serpihan-serpihan yang tidak terpakai. Namun, aku ingat para preman yang setia menanti kueku dalam bentuk apa pun. Jadilah, aku tetap bersemangat karena aku yakin potongan-potongan kue ini tidak akan tersia-siakan.


Aku lebih suka memahat kue cokelat dibandingkan dengan kue vanilla atau rasa lain. Bahan cokelat di dalamnya, terutama yang mengandung dark cooking chocolate di dalam pembuatannya, akan lebih kuat dan kokoh. Sebenarnya memang tergantung resepnya juga, tetapi kue yang biasa kubuat dengan rasa coklat lebih mudah dibentuk daripada yang lain.  


Kue tasku yang pertama berbentuk tas tenteng perempuan, berwarna biru muda, dengan hiasan pelipit kuning di pinggirnya. Bagian luar tasnya kubuat berpola anyam, yang kutempel satu per satu—dengan suka ria. Satu kue besar berukuran 26x26 sudah bisa menjadi satu replika tas kue cantik. Biasanya untuk tas yang lebih besar, aku membutuhkan kue yang lebih besar juga.


Kue kotak besar ini dipotong menjadi dua atau tiga sesuai ukuran jadi, kemudian ditumpuk. Semakin ke atas potongan kuenya semakin kecil. Kue direkatkan dengan buttercream atau ganache, sesuai pesanan atau selera pemesan. Setelah kokoh, barulah mereka kupotong sedikit demi sedikit per bagian sehingga tercipta bentuk dasar sebuah tas.

Beda jenis tas tentunya beda cara pembuatannya. Kebanyakan yang akan diberi hadiah adalah perempuan yang suka tas mewah, sehingga paling banyak replika yang dipesan adalah dari merek Hermes dan LV. Ada juga yang memesan kue berbentuk ransel atau tas yang kasual macam Kipling. Namun, satu yang paling seru kubuat adalah kue berbentuk tas belanja yang penuh berisi sayur mayur!


Kue berbentuk tas belanja ini, sebenarnya sederhana saja. Bentuk dasarnya hanya kotak. Yang paling seru adalah membuat anyaman dua-tiga warna di dekorasinya. Kemudian, membuat beraneka bagian sayur mayur yang seakan-akan ada di dalam tas belanja itu, dengan bagian luarnya muncul di atas. Ada wortel, sawi, tempe, ikan, terong, ayam, bahkan beberapa telur. Kalau sudah kumat isengku, di bagian alas kuenya kutambahkan pecahan telur, daun-daun sawi yang terlempar, dan daun pisang, dan aneka bentuk lainnya. Semuanya terbuat dari kue dan gula fondant, kecuali bila ada bentuk atau permintaan khusus yang harus kubuat dari bahan lain seperti rice krispi atau permen. Intinya, semua bahan yang ada di atas kueku, sebisanya harus bisa dimakan.


Aku paling suka kalau pelangganku sudah bilang: terserah! Contoh-contoh kue tas kukirim , lalu mereka memilih yang paling sesuai. Atau kadang para pelanggan sudah memutuskan bentuk tas mana yang ingin dicontoh, lalu eksekusinya diserahkan padaku. Boleh ditambah bunga, kalung, pita, dan lain sebagainya. Aku pun lalu bersenang-senang!


Aku memiliki beberapa teman yang juga piawai membuat kue berbentuk tas. Kuakui buatan mereka rapi dan sempurna, tidak sepertiku yang paling tidak bisa membuat bentuk yang rapi. Selalu ada peyang-peyangnya, ada yang tidak sempurna, ada detail yang kurang rapi. Setiap kali membuat kue bentuk tas lagi, selalu aku berusaha menata hati dan pikiran agar fokus dan tidak membuat kue tasku berantakan.


Dua tahun tergabung di komunitas baking di Semarang telah membuatku banyak belajar. Tahun 2018, setelah empat tahun di ibu kota Jawa Tengah itu, aku harus kembali ke Surabaya mengikuti suamiku. Anak-anakku juga harus pindah sekolah kembali. Empat tahun yang telah menempaku lebih kuat. Kota yang menjadi kawah candradimuka itu pun harus kutinggalkan. Ternyata, pindah ke Surabaya pun membuat aku menemukan tantangan-tantangan baru yang harus ditaklukkan.


#windyeffendy #thestoryofmycakes 

Share:

0 Comentarios