The Story of My Cakes—Episode 10: Pagelaran Wayang

 Aku mengagumi bocah cilik itu, yang begitu terobsesi dengan wayang. Tentu saja, aku mengerjakan kue pesanan ibunya untuk hari ulang tahun si bocah dengan riang gembira.



Ini sebuah pesanan kue lengkap dengan dessert table bertema wayang yang kuterima beberapa tahun yang lalu. Saat itu aku masih berdedikasi seratus persen untuk mengerjakan aneka pesanan kue ulang tahun sesuai pesanan pelanggan. Semakin sulit, semakin aku bahagia. Tantangannya itu yang harus ditaklukkan.


Sang ibu bercerita bahwa anaknya suka sekali wayang. Ulang tahun yang ke-5 itu ingin dirayakan dengan tema wayang dan aku dipercaya untuk mengerjakannya. Aku sempat takjub dan tak percaya bagaimana kesukaan si kecil yang masih belia itu dengan wayang. Menurut ibunya, wayang kulit dengan berbagai karakter telah dikoleksi bocah ini. Orang tuanya pun mendukung dengan membelikan wayang yang diinginkannya. Cita-citanya saat itu menjadi dalang. Kostum dalang pun telah menjadi koleksinya sejak lama.


Tanpa ragu-ragu, aku menerima pesanan itu. Kutanya dengan saksama seperti apa kue yang diinginkannya. Seberapa besar kuenya. Dengan segera aku membuat sketsa kue yang diinginkan, sebesar 30x30 sentimeter, dengan dekorasi pagelaran wayang lengkap. Aku mendesain posisi kelir, layar tempat memainkan wayang, di satu sisi kue. Di depannya kugambarkan dalang beserta para niyaga, lengkap bersama gamelannya. Tak hanya itu, di kue-kue kecil yang diperlukan untuk dessert table kupastikan mengandung semua elemen wayang.


Saat  itu tidak terpikirkan bahwa dengan skala kue seperti itu, maka wajah dalang dan karakter lain tak akan terlihat karena kecil. Yang bisa aku maksimalkan adalah semua elemen pendukung pagelaran wayang ada di sana. Mau tak mau, aku harus belajar mengenai pagelaran wayang dan detail yang ada di sana.


Aku menemukan ada tiga karakter yang harus aku buat di kue itu. Yang pertama tentu saja dalang, yang bertugas memainkan wayang kulitnya. Lalu para niyaga, pengrawit atau penabuh gamelan yang membantu dalang dengan mengiringi pertunjukan wayang. Kemudian ada para waranggana, yaitu perempuan pelantun tembang-tembang Jawa atau lagu dalam pertunjukan wayang tersebut.


Aku harus membuat karakter kecil-kecil itu dan diletakkan sesuai peletakannya. Dalang kuletakkan di depan kelir. Sedangkan untuk niyaga, harus kuletakkan persis di depan gamelan yang akan ditabuh. Begitu juga posisi waranggana, aku harus tahu persis di mana harus diletakkan.


Tentu saja untuk kue seukuran itu aku tidak bisa membuat cempala dan kepyak dengan detail karena terlalu kecil.  Hanya saja kotak-kotak wayang kusiapkan di dekat dalang, di posisi yang seharusnya. 


Setelah itu, aku harus membuat beberapa kendang berbagai ukuran. Kendang ini berperan penting dalam menentukan ritme perjalanan dan perubahan tembang atau gending. Penabuh gendang juga harus ada di sana, pemain penting dari pagelaran karawitan. 


Gender pun kubuat dalam berbagai ukuran. Paling tidak replika gender yang aslinya berupa bilah-bilah kuningan yang terikat dengan resonator bambu, kubuat semirip mungkin. Mungkin tidak bisa persis bilahnya berjumlah 10-14 buah dalam setiap replikanya, tetapi paling tidak sudah menyerupai. Aslinya, gender ini dibunyikan sebagai penuntun suara atau sindennya. Walau tak bisa berbunyi, minimal komponen gamelan yang satu ini kubuat semirip mungkin.


Instrumen yang lain seperti saron, bonang, demung, slenthem, gambang, kenong, serta yang lain, sebisa mungkin kubuat semirip aslinya. Yang paling sulit adalah membuat gong, karena replika instruman yang satu ini harus digantung di struktur yang kubuat dengan menggunakan kawat. Jarak antara bagian bawah gong dengan kue kubuat sedekat mungkin, agar tidak jatuh saat harus dikirim.


Sang bocah yang berulang tahun menginginkan ada karakter wayang yang ditampilkan di kue-kuenya. Sangat tidak mungkin untuk membuat wayang kulitnya dengan skala sekecil itu.


Akhirnya di bagian dessert table, semua item yang ada kutempel dengan stiker bergambar karakter wayang. Ada Arjuna, Batara Krisna, Yudistira, Bima, Durna, hingga Bisma. Termasuk di cupcake pun kuberi tambahan topper gunungan dan wayang. Segala batik koleksi kukeluarkan untuk mendekorasi meja di lokasi. Selain itu, aku memilih jenis kue dan camilan yang tak mudah basi karena persiapan yang cukup lama dan waktu saji di meja yang juga cukup panjang. 


Si kecil tampak sangat bahagia hari itu. Aku pun bahagia karena bisa memenuhi kemauan si bocah dan ibunya. Sebuah pengalaman baru bagiku untuk sekaligus berlajar tentang pagelaran wayang.


Beberapa hari yang lalu, ibunya menghubungiku, ingin tahu harga kue terkini untuk si bocah yang kembali berulang tahun. Ternyata kini si bocah sudah berganti kegemaran: main drum.


Catatan:
dalam versi lain, kisah ini masuk di dalam Antologi Surat Cinta di Lemari Tua, kumpulan kisah nyata-kategori wayang yang dibuat oleh Perempuan Penulis Padma. 

Share:

0 Comentarios