Episode 12: Tragedi Thomas

Pesanan satu ini benar-benar menyakitkan. Membuatku jatuh berkeping-keping dan nyaris putus asa. Aku diterpa berbagai perasaan yang menyedihkan. Kegagalan membuat kue sesuai keinginan pemesan tidak pernah sesakit ini.



Siapa yang tidak tahu Thomas? Tokoh utama dari film kartun berjudul Thomas & Friends ini sangatlah terkenal. Berbagai macam bentuk merchandise, mainan, figurine yang berbentuk Thomas dan teman-temannya sangat digemari para bocah-bocah di Indonesia. Wajarlah bila saat berulang tahun pun ingin memiliki kue berbentuk Thomas. 

Datanglah pesanan dari salah satu senior bidang kue yang tinggal di Jakarta. Dia memesan untuk keponakannya yang tinggal di Sidoarjo. Kepercayaannya padaku untuk membuat kue bagi keponakan kesayangannya membuatku tersanjung. Aku bertekad membuatnya sebaik mungkin. 

Kue yang dimintanya berbentuk tiga dimensi. Bukan sekedar kue bulat yang atasnya diberi mainan atau figurin berbentuk Thomas, tetapi benar-benar memahat kue menjadi bentuk Thomas, si kereta api ganteng itu. Aku menyukai bermain dengan carving cake. Aku pun menyukai karakter Thomas ini. Walau aku belum pernah membuatnya, tetapi aku yakin bisa. 

Persiapan kulakukan dengan cermat. Aku mengamati detail yang dimiliki Thomas dan mulai merancang apa saja yang harus kusiapkan. Menurutku, saat itu aku sudah bekerja dengan sebaik mungkin.

Entah bagaimana, seperti pembuatan si Masha, kue ini tidak bisa menampilkan detailnya dengan sempurna. Ada beberapa tahap pembuatan yang aku kurang cermat sehingga hasilnya tidak maksimal. Aku berusaha memperbaikinya sehingga bisa terlihat semakin mirip. Bagiku, saat itu si Thomas sudah tampil dengan cukup cakep.

Aku tidak ingat apakah ini kue Thomas yang mengerikan itu.
Ini salah satu dari kue karakter Thomas 3D yang kubuat.

Menurutku, sudah lumayan yang kukerjakan dan cukup mendekati karakter aslinya. Dengan percaya diri, aku meminta suamiku mengirim kuenya. Malam itu aku agak kelelahan karena ada masalah lain, tetapi harusnya itu tidak menjadi masalah. Namun, mau tidak mau, secara fisik dan mental aku terpengaruh. 

Sekitar pukul sepuluh, aku mendapat pesan dari sang senior. Intinya, sang keponakan menangis dan marah karena baginya si Thomas sama sekali tidak mirip. Si senior sampai menginterogasiku perihal detail dan karakter yang kukerjakan. Aku mengungkapkan bahwa semua sudah sesuai dengan pesanan.

Apa mau dikata, bagi si bocah yang berulang tahun, si Thomas ini jauh dari harapannya. Si tante yang di Jakarta pun mulai membombardirku dengan ucapan-ucapan yang tidak mengenakkan hati. Aku, yang sudah kelelahan secara fisik dan mental, menangis di meja makan, di hadapan suamiku. Nasi pecel yang kumakan sebagai sarapan pagi itu sudah tak karuan lagi rasanya.

Aku pun mengalah, demi memperbaiki hubunganku dengan si senior, kubuatkan lagi satu kue bulat dengan gambar karakter Thomas secara dua dimensi di bagian atasnya. Kukerjakan dengan cepat hingga pukul satu siang sudah bisa diantar ke rumah si bocah. Kue kedua ini free, tanpa biaya. Hanya karena aku merasa bersalah, merasa tidak bekerja dengan baik, dan merasa mengecewakan si senior.

Tanggapan kakak senior ketika kuenya tiba di sana, sungguhlah datar. Tak lagi menerorku dengan kata-kata ketusnya, si senior bersikap masa bodoh tak peduli. Pesan-pesanku pun dibalas singkat. Tiada guna aku mencoba meminta maaf berkali-kali. 

Aku tidak menyalahkan si bocah. Dia memiliki ekspektasi tinggi pada kuenya, apalagi dibandingkan buatan tantenya yang sempurna, menurut si bocah. Aku juga menyadari ada beberapa kekurangan di kue Thomas tiga dimensi itu, tetapi aku juga tidak menyangka sedemikan hebatnya aku bisa terluka karena kata-kata si senior.

Mungkin saat itu aku kelelahan secara fisik dan mental karena masalah lain. Begitu si kakak senior mengirimkan sumpah serapahnya kepadaku, aku langsung hancur berantakan. Suamiku sampai tak bisa berkata-kata melihat kondisiku saat itu.

Setelahnya, si senior tak pernah lagi memintaku membuat kue untuk keluarganya. Aku pun lega karena tak terbebani dengan hal-hal seperti itu. Kecewa atas sikapnya, iya. Namun, aku juga bersalah atas hasil yang tak maksimal. 

Kejadian itu menjadi pelajaran yang sangat berharga untukku. Satu, jangan memaksakan bekerja dalam kondisi yang tidak fit. Fisik, mental, dan emosi akan sangat terpengaruh bila ada masalah. Dua, tidak perlu sungkan menolak pesanan bila memang tak sanggup mengerjakannya. Tiga, aku harus lebih jujur pada diriku bila tak mampu. Empat, setelahnya aku belajar mendekor dengan lebih giat.

Kue 3D Thomas lain yang kubuat. Berbeda waktu, berbeda pemesan. 

Beberapa kali setelah itu, aku masih menerima order Thomas ini. Tidak ada masalah, tidak ada keluhan. Namun, aku tetap merasa tidak yakin. Bagiku, semua Thomas buatanku masih terasa buruk. Seandainya bisa memilih yang lain, aku akan pilih karakter lain.

Sebuah kejatuhan yang membuatku berusaha untuk lebih baik lagi. Sekali-kali dalam waktunya, memang kita harus terjun bebas untuk bisa bangkit lebih keras. Bersedih secukupnya, lalu mari kita kejar ketinggalan.


#windyeffendy #thestoryofmycake #thomasthetrain

Share:

3 Comentarios