Ketika anak-anakku beranjak dewasa—yang kini kusebut sebagai gadis-gadisku—tentulah cara berkomunikasi kami pun menjadi berbeda. Semakin ke sini, mereka semakin menjadi teman diskusi yang menyenangkan.
Bicara soal rutinitas, aku dan dua gadisku memiliki kebiasaan berbincang dari hati ke hati saat sedang berkendara. Biasanya ini terjadi ketika kami harus menuju ke suatu tempat, atau pulang dari satu tempat menuju ke rumah, dan kami hanya bertiga. Aku menyetir, sementara dua gadis ini berkicau dengan ributnya di dalam mobil.
Bila ayahnya ikut, biasanya mereka tak seribut itu. Namun, bila sedang senang hati, keduanya pun bisa berkicau bagai burung beo ketika sedang berempat. Berisiknya sama, serunya sama. Namun, ketika bertiga, rasanya semua rahasia dan kehebohan dalam kehidupan bisa dibahas sampai tuntas.
Hal ini bermula ketika aku bertugas mengantar jemput mereka berdua dari dan ke sekolah, sementara ayahnya memiliki rute sendiri ke kantor. Pulang sekolah, biasanya menjadi ajang curhat atau waktu untuk bercerita. Kesempatan bagiku untuk mengoreksi atau menyisipkan norma atau nilai dalam komentar-komentarku untuk kisah mereka. Dari situlah terbangun komunikasi yang sehat, tidak sekadar menggurui dua gadis ini—seperti bagaimana ibu kepada anaknya, biasanya.
Banyak hal yang bisa kami bahas sepanjang perjalanan itu. Tentang bagaimana menyikapi sebuah isu, tentang bagaimana harus menanggapi sebuah situasi, tentang bagaimana memililih pasangan hidup, tentang bagaimana harus bersikap dalam sebuah forum, dan sebagainya. Tentu, kami juga membahas urusan kehidupan keluarga, baik keluarga inti kami yang cuma berempat ini, atau keluarga besar termasuk om dan tantenya, nenek, sepupu, dan sebagainya. Ada hal-hal yang harus mereka pahami sebagai bagian dari keluarga, bukan sekedar melihat, tetapi ikut berpendapat dan mengambil sikap.
Dulu, saat kakak masih duduk di sekolah dasar dan adik di taman kanak-kanak, kehebohan yang terjadi di dalam mobil adalah seputar lagu apa yang akan diputar sembari berkendara. Biasanya rebutan, lalu kompromi, diakhiri dengan menyanyi bersama dan damai. Ketika sudah sama-sama di sekolah dasar, kehidupan luar biasa yang mereka alami di Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya menjadi topik paling seru setiap hari. Mereka menceritakan bagaimana ustazah dan ustaz mengajar, bagaimana mereka berinteraksi dengan teman-temannya, kejadian-kejadian seru yang terjadi di sekolah, proses presentasi tugas mereka, dan masih banyak lagi. Bahkan berapa kucing sekolah dan bagaimana para kucing itu eksis di sekolah pun mereka bisa membahasnya hingga tuntas.
Di usia taman kanak-kanak dan sekolah dasar ini, caraku berkomunikasi masih serupa mengajarkan, atau memberikan petunjuk, dan mulai menanyakan pendapat untuk bisa menggali perasaan dan kemampuan mereka mengenali emosi. Ketika mereka beranjak ke usia sekolah menengah, aku mengubah forum berkomunikasiku menjadi ajang diskusi, bukan lagi arahan. Pendapat mereka harus bisa keluar, dan harus dihargai. Mereka harus sudah mampu menyatakan sikap, yang apabila kurang tepat dengan norma dan nilai yang ada secara umum, aku harus membenahinya.
Hal-hal tersembunyi akan mulai terungkap dalam percakapan spontan itu. Seperti bila ada yang mulai menyukai mereka atau perasaan mereka terhadap teman-temannya. Walau mereka tidak berminat memasukkan agenda pacaran dalam kehidupannya, tetapi akan sangat baik bila emosi ini dapat dikenali sejak dini. Semakin dekat dengan anak-anak, luapan perasaan itu akan semakin mudah terjadi.
Kini si kakak sudah lulus kuliah, mulai bekerja. Bagaimana dia mengambil keputusan untuk bekerja, atau belajar demi melanjutkan sekolah, tetap didiskusikan kepadaku. Dibicarakan dengan ringan, apa baik buruknya, alasan-alasannya mengambil keputusan itu. Hal itu membuatku lega karena dia bisa menjalani kehidupannya dengan baik hingga di titik ini. Alhamdulillah.
Si bungsu sudah duduk di semester empat kuliahnya sekarang. Waktunya untuk berbincang denganku atau kakaknya jauh berkurang karena kesibukannya kuliah dan berorganisasi. Kami tetap ada di sekitarnya, siap mendengarkan dan mendiskusikan apa saja yang dia ingin bicarakan. Sejauh ini caranya berkomunikasi dengan teman-temannya, dosen, dan sekitarnya, sudah terbangun dengan baik. Setiap ada kesempatan untuk berbicara sambil berkendara, kami tetap melakukannya dengan riang gembira. Baik itu hanya berdua-dua, atau sekaligus bertiga seperti biasanya.
Aku bersyukur gadis-gadisku ini tumbuh dengan luar biasa dan berkembang dengan baik. Masih banyak yang harus mereka kenali dan pelajari, dan aku siap mendampingi mereka kapan saja.
#windyeffendy #komunikasi #rutinitas #love #life #family
No comments
Post a Comment