Menikah, Bukan Soal Cinta Semata

Awalnya buku ini terlihat menarik karena sampulnya yang seakan penuh tempelan post-it. Tertulis aneka janji temu di sana, serta ada bagian perjanjian dengan wedding planner—yang menarik hatiku. Berhubung aku sedang membutuhkan referensi untuk pernikahan modern, maka aku segera mengambilnya dari tumpukan.




Siapa yang tak kenal Ika Natassa. Penulis yang nyaris semua novelnya difilmkan. Terakhir, yang baru saja tayang di layar lebar adalah The Architecture of Love yang dibintangi oleh Nicholas Saputra. Jujur, buku Ika Natassa yang pernah kubaca hanyalah Critical Eleven.  Itu pun kala sedang gabut di sebuah kafe di pusat Yogyakarta, lalu aku menemukan buku itu dan kubaca hingga tuntas. 

Nah, kali ini aku penasaran pada tulisan Ika Natassa yang bukunya selalu best seller ini. Lebih kepada ingin tahu bagaimana tren bacaan yang diminati pembaca muda saat ini—demi tujuan mulia lainnya: mewujudkan buku solo. Berhubung naskahku berkutat pada soal pernikahan, A Very Yuppy Wedding pun langsung menarik perhatianku.

Buku ini adalah buku pertama yang ditulis oleh Ika Natassa—dan langsung best seller.  Tembus ke GPU! Sesuatu yang benar-benar diidamkan oleh penulis mana pun. Aku membaca behind story buku ini lahir di Instagram Ika Natassa. Memang, di penulisan buku pertamanya ini, Ika menuliskan  yang  tentang apa yang dia tahu. Dengan begitu, tulisan akan mengalir lancar dan jujur apa adanya.

Bicara soal cerita dan tulisan yang mudah dibaca, enak, mengalir, memang Ika Natassa ini jagonya. Editornya juga piawai memperhalus cara penulisan sesuai konteks, bahasa gaul anak-anak Jakarta. Kisahnya ringan, menarik, dan mudah dipahami. Cukup satu jam, aku menyelesaikan buku ini. 

Andrea dan Adjie, teman sekantor, yang kemudian jatuh cinta dan menikah, menjadi bintang utama buku ini. Karakter yang dilukiskan dengan ringan, yang kemudian hadir seolah sudah kita kenal sejak lama. Bicara soal kedalaman karakter, untuk materi cerita yang ditampilkan Ika Natassa di sini, tidak berlebihan, cukup untuk mendorong semua permasalahan yang ada di antara mereka. Namun, bila bicara stereotype, dua karakter di buku ini adalah idaman semua orang—karakter yang paling mudah digambarkan untuk memenuhi harapan pembaca, tentu saja.  Andrea sangat cantik, wajah indo, banyak penggemarnya. So is Adjie. Tampan, baik hati, idola semua orang: sang pangeran. Sedikit menilik ke buku-buku Ika Natassa selanjutnya, sepertinya tokoh-tokoh sempurna ini pun selalu ditampilkan. Why not? Sudah terbukti best seller. Karakter yang telah memenuhi impian pembaca—tentang diri mereka masing-masing di dunia nyata. 

Konflik muncul ketika kantor Andrea dan Adjie ini tidak memperbolehkan adanya hubungan dalam satu kantor. Salah satu harus mundur. Alhasil, hubungan itu ditutup-tutupi walau pada akhirnya ketahuan juga oleh pimpinan mereka. Saat tiba waktunya, mereka berdua harus menentukan siapa yang mundur. Masalah selanjutnya muncul ketika Andrea mencari kerja di tempat yang baru. Konflik muncul antara mereka berdua—lagi— tentang kepercayaan. Masalah lain adalah munculnya para mantan. Masalah lain lagi adalah persoalan persiapan pernikahan yang diurus oleh wedding organizer yang bawel.

Sebenarnya aku sebal karena bab pernikahan yang ingin kutelusuri justru jadi pelengkap dan menempel di sana sini saja, tidak dibahas dengan utuh. Pesta pernikahannya pun tidak digambarkan. Namun, aku menyadari, bukan itu titik berat dari kisah ini. Aku saja yang gagal paham.

Jadi, konflik yang terjadi adalah antara tokoh dan dirinya sendiri. Perseteruan batin terhadap rasa percaya dan cinta dengan pasangannya. Itu satu. Konflik berikutnya tentu saja adalah dengan orang lain, pasangannya. Hanya saja bila dipikirkan kembali, masalah itu sebenarnya berakar pada sikap dan pemikiran sang tokoh. Namun, karena ini bukan buku sastra yang bergelut dengan filsafat dan pemikiran mendalam para tokoh, pengambilan keputusan itu diceritakan di permukaan lewat bantuan tokoh pendamping: teman-teman terdekat para tokoh. Dialog-dialog dan adegan-adegan pertengkaran serta diskusi dengan teman menjadi "bantuan" dalam pengambilan keputusan tokoh. 

Latar tempat yang digunakan di pusat perkantoran Jakarta, lalu ada Medan sedikit, dan Singapura. Bintan pun muncul sebagai tempat penting dalam kisah Andrea dan Adjie. Merek busana ternama, nama mal dan kafe, bertaburan di kisah ini. Bila Anda tinggal di luar Jakarta dan tidak pernah bersinggungan dengan hal-hal seperti ini, kisah ini menjadi hiburan ringan yang menyenangkan. Silakan menikmati mudahnya mereka berlari ke satu toko ke toko yang lain, satu kafe atau resto ke satunya, dan sangat menikmati hidup. Gaji besar, kantor nyaman, tinggal di apartemen kantor, hidup seperti apa lagi yang kau inginkan?

Kehidupan perbankan pun menjadi latar di cerita ini. Kita diberikan informasi dan istilah-istilah yang sering digunakan dalam dunia itu dengan ringan. Ika membuat pembahasan tentang ini nyaman dinikmati dan tak perlu terlalu banyak berpikir. 

Perbedaan budaya antara Batak dan Jawa yang akan digunakan dalam pernikahan pun sempat dibahas. Harapanku melangit, semoga menjadi satu perseteruan atau konflik yang menyala-nyala dengan berbalut budaya, tetapi tidak. Cukuplah para pembaca diinformasikan bahwa yang akan digunakan adalah adat Jawa. Keruwetan yang muncul pun lebih kepada sulitnya Andrea dan Adjie membagi waktu mereka antara kerja dan persiapan pernikahan.

Setelah selesai membaca, aku memahami bahwa memang para pembaca tetap membutuhkan bacaan ringan seperti ini. Dengan latar yang wah dan karakter yang sempurna, kisah ini memberikan makanan rohani kepada para pembaca dengan menyisakan angan: andai hidupku seperti itu. 

Tidak ada yang salah. Semua kisah dan buku memiliki takdirnya dan pembacanya masing-masing. Aku yang terbiasa membaca karya sastra, dan sudah lama tidak membaca buku ringan seperti ini, menjadi tersesat dalam pikiranku sendiri. Jadi begitu yang diharapkan oleh pembaca? 

Dan yang aku inginkan saat itu hanya satu. 
Memeluknya, menangis di dadanya, meminta maaf. 
~Andrea

Memang, tidak pada tempatnya membandingkan tulisan pop dengan karya sastra. Buku Ika Natassa ini hadir sebagai penyegar di antara keruwetan hidup. Mungkin benar apa kata pepatah yang lewat di instagram: hidup ini sudah berat, jangan menambah beban dengan membaca yang berat-berat. 

Judul buku: A Very Yuppy Wedding
Penulis: Ika Natasa
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman: 288 halaman
Cetakan ke-18: Agustus 2018

#windyeffendy #resensibuku #ikanatassa #averyyuppywedding

No comments