Episode 11: Masha Wannabe

Jangan dikira kue-kue yang kubuat semuanya cakep dan disukai pelanggan. Ada beberapa kue nista—demikian aku menyebutnya—yang tidak patut ditunjukkan kepada khalayak. 



Salah satu traumatik order yang pernah kuterima adalah pesanan kue tiga dimensi berbentuk Masha. Yes, si Masha and the Bear itu. Hanya Masha-nya saja, dalam bentuk 3 dimensi, dengan ukuran kira-kira tiga puluh senti tingginya.


Entah kenapa sedari lama aku tidak pernah suka dengan karakter Masha, dan film Masha and the Bear ini. Aku juga tidak membiarkan anak-anakku terpapar film ini, sebisanya aku alihkan ke film lain ketika ada film Masha ini tayang di televisi. Inilah bibit buruk yang membuat awal kegagalan kue bermula.


Aku bukannya tidak pernah membuat kue dengan karakter Masha. Sebelumnya pernah kubuat kue bulat 20 sentimeter dengan karakter Masha dan si beruang di atasnya. Figurine tiga dimensi dari fondant, bukan boneka atau mainan plastik yang tinggal taruh di atas kue. Cukup lumayan, walau aku masih tidak suka dengan wajah si Masha. Hanya karakter beruangnya yang cukup patut dibanggakan hasilnya. 


Nah, kali ini yang diminta benar-benar hanya karakter Masha yang dibuat. Kue tiga dimensi karakter ini termasuk sclupting cake, atau kue yang dipahat, atau kue yang dibentuk sesuai permintaan dan menyerupai karakter yang dikehendaki. Dari semua karakter yang kubuat dengan tiga dimensi, hanya si Masha ini yang kubuat dengan sebal. Vibrasi itu pun menular, membuat Masha yang muncul tidak ada cakep-cakepnya.


Si Masha wannabe ini nyaris serupa setan—bila aku bisa menggambarkan wajah setan dalam kue. Sekerasnya aku berusaha membuat mata, mulut, dan detail lainnya, tidak bisa juga aku membuat karakter itu jadi sesuai di film kartunnya. Aku tidak bisa lari ke mana-mana karena ini kuenya yang berbentuk Masha. Bila ini kue bulat dengan figurine Masha, aku masih bisa ngeles atau lari dari tanggung jawab dengan membeli mainan Masha dan menempatkannya di atas kue. 


Jadi, kepala, badan, dan kakinya, semua dari kue. Formasinya berdiri dan wajahnya berdiameter sekitar sepuluh senti. Sungguh, aku merasa benar-benar tertekan mengerjakan kue ini. Satu, aku sudah berusaha sekuatnya meniru wajah Masha, tetapi tidak berhasil juga. Ketidaksukaanku pada karakter ini menjelma dalam setiap pahatan dan detail yang kuletakkan. Dua, aku gelisah pada reaksi pemesan melihat wajah setan Masha yang mengerikan ini.


Salah satu kelemahan mengambil karakter tokoh dari kartun atau film yang sudah dikenal adalah yang sedang kuhadapi ini: bila tidak mirip akan menjadi serupa setan. Karakter yang paling gampang failed adalah Mickey dan Minnie Mouse. Tarikan senyuman Mickey yang tricky, bila salah panjang dan tarikan, sudah menjadi Mickey the Devil. 


Nah, si Masha ini sebenarnya tidak susah-susah amat. Wajahnya datar, tidak ada lekukan yang berarti. Bentuknya kotak membulat, matanya juga sederhana, juga mulutnya. Namun, entah mengapa, aku tidak juga berhasil membuatnya menjadi—paling tidak menjadi lucu—cantik seperti filmnya. Sementara, waktu pun berlari cepat tanpa terasa.


Tenggat waktu pembuatan pun hadir. Aku menyerah. Aku mengemasnya, berdoa kuat-kuat, dan mengirimnya ke pelanggan. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, yang bisa kulakukan adalah berdoa. Ketakutan, itu yang paling kurasakan saat itu.


Benar saja. Begitu si ibu menerima kuenya, telepon datang bertubi-tubi. Aku menerimanya sekali dan mendapatkan makian-makian luar biasa. Aku menawarkan penggantian kue lain dengan karakter Masha dari mainan plastik —solusi yang paling cepat yang bisa kutawarkan, tetapi sang ibu menolak. Aku pun menyerah. Terima nasib saja.


Sayangnya, sang ibu pendendam. Solusi tidak diterima, tetapi teror diluncurkan. Hingga dua tiga hari ke depan setelah itu, aku masih menerima telepon dan pesan-pesan darinya, dengan ribuan sumpah serapah. Aku cuma bisa menutup telepon, membaca pesannya dan menghapusnya, meminta maaf, dan sekali lagi: menerima nasib. Memang aku yang salah. Tidak lagi-lagi setelah itu aku menerima order kue dengan karakter Masha, walau si pelanggan memohon-mohon.

No way!


#windyeffendy #mashaandthebear #thestoryofmycakes

No comments